Jumat, 15 September 2017

SEORANG PRIA YANG DIPANGGIL ZLATAN


Pemain sepak bola yang rendah hati jumlahnya cukup banyak. Scholes, Gerrard, Xavi, Bastian, Lampard, dan masih banyak lagi, adalah contoh pemain yang berkemampuan hebat dengan kadar kerendahan hati yang tinggi. Kemudian ada pemain bola yang dari segi kemampuan dianggap tidak menonjol tapi memiliki sikap yang santun nan rendah hati semacam Darren Fletcher dan sejenisnya. Di blok lain adapula pemain sepak bola yang dari segi kemampuan biasa saja bahkan seringnya di bawah rata-rata tapi sombong dan kelakuannya minta ampun. Contoh yang bisa disebut adalah Joey Barton dan cukup dia saja supaya tidak melebar ke mana-mana.
Kemudian hiduplah seorang pemain bola yang dipanggil Zlatan. Lengkapnya Zlatan Ibrahimovic. Dari beberapa kali melihat video wawancaranya atau saat dia berbicara (tentunya) tentang dirinya, Zlatan cenderung menganggap dirinya bagaikan seekor singa. Ketika menjawab pertanyaan serius tentang dirinya dia selalu menggunakan kata ganti orang ketiga untuk menyebut dirinya. Contoh wawancara (kurang lebihnya seperti ini)
Wartawan : “Zlatan, kaki sebelah mana yang cenderung lebih lemah, kiri atau kanan?”
Zlatan : “Zlatan tidak punya kaki yang lemah….”
Saya secara pribadi ketika melihat secungkil wawancara itu langsung berkesimpulan
“Apa gak kurang sombong, tuh?”
Cara paling gampang melihatnya adalah dengan stalking media sosialnya Zlatan. Sebagian medsosnya menunjukkan “kebesaran” dirinya. Seperti ketika Zlatan mendapat kesempatan berfoto dengan Ratu Swedia, nah dia upload ke akun instagramnya, dan bisa langsung dicek di bagian caption picture-nya : “The Queen and The King”
Sumber : screenshot akun instagram Zlatan @iamzlatanibrahimovic
Saya takjub melihat bagaimana ada orang yang menyebut dirinya Raja ketika berfoto dengan Ratu “yang sebenarnya” dan dishare pula di media sosial. Dengan kondisi Raja Swedia juga masih bertakhta. Amazing. Sombong tapi jenaka.
Kebanggaan Zlatan terhadap dirinya juga tetap terlihat masa awal kepindahannya ke Manchester. Dengan pede Zlatan mengatakan, “I won’t be King of Manchester. I will be God of Manchester”
Seperti sebuah kegilaan akut, kebanggaan yang berlebihan. Entah, Zlatan itu cuma sekadar bicara karena di Manchester sendiri cuma ada satu Raja (King) yaitu King Eric (Cantona) sehingga dia lebih memilih untuk menjadi lebih besar daripada Raja yaitu menjadi Tuhan (God).  Mungkin kalau Zlatan di Indonesia banyak orang yang ingin mengirim santet atau paling tidak melaporkannya ke polisi karena mengaku-ngaku akan menjadi Tuhan.
Tapi Zlatan sendiri seperti sebuah anomali. Nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua sejak kecil terutama tentang kesombongan dan kebanggan terhadap diri seolah tidak berlaku pada Zlatan. Seperti pada frase, -Kesombongan adalah Awal Dari Kejatuhan-. Zlatan memang terkesan sombong (banget), tetapi deretan prestasinya terus berbicara, seperti terus mengimbangi kesombongannya. Beberapa yang paling gampang diingat, diantaranya : 
  • Satu-satunya pemain yang memenangi 13 gelar juara di 4 liga Negara berbeda yang secara kebetulan adalah liga top dunia (Belanda, Italia, Spanyol, Prancis
  • Saat ini sebagai top scorer sepanjang masa Swedia plus 11 kali menjadi “Swedish player of the year
  • Akhirnya memenangi trofi Eropa pertamanya bersama Manchester United (Europa League  2016/2017)
  • Memiliki banyak koleksi goal akrobatik, entah dia melakukannya dengan tidak sengaja atau memang hasil latihan J
  • Sisanya masih lebih banyak lagi…(bisa digoogling)

Satu pepatah yang mungkin berlaku bagi Zlatan adalah “Bisa karena Biasa”. Publik pecinta sepak bola sepertinya bisa menerima berbagai hal yang mungkin berbau kesombongan karena hal tersebut sudah sering Zlatan lakukan, seperti menjadi sebuah identitas. Seperti garam pada masakan yang akan menjadi hambar tanpanya. Semacam ada yang tidak beres dengan diri Zlatan ketika mungkin suatu saat dia tidak akan menyombongkan atau paling tidak membanggakan dirinya.
Hal yang lain yang juga menonjol dari Zlatan adalah bagaimana dia seringkali bertikai bahkan secara fisik dengan rekan sesama pemain sepak bola. Gak di Belanda, Italia, Spanyol, Zlatan selalu memiliki konflik dengan rekan setim, termasuk dengan Pep Guardiola walaupun tidak sampai baku hantam. Untungnya untuk saat ini dia belum memiliki “rekan sparring” di Manchester United. Beberapa kontroversinya seakan membuatnya terlihat seperti pemain yang arogan, tapi di saat yang bersamaan Zlatan bisa menjadi seorang yang memegang teguh nilai kehormatan dan penghargaan dalam hidupnya. Banyak sumber yang bisa dibaca tentang rasa hormatnya terhadap Jose Mourinho atau ketika membantu tim sepak bola penyandang disabilitas Swedia yang akan berlaga di Brazil.
Tong kosong nyaring bunyinya, tapi ada kalanya tong yang berisi apabila dipukul dengan cukup kuat masih cukup nyaring juga bunyinya. Memang setiap orang memiliki haknya untuk bangga, mungkin Zlatan dilahirkan untuk menunjukkan kepada kita bahwa kesombongan dan kerja keras masih mungkin untuk sejalan dan saling mendukung satu sama lain. Saya termasuk orang yang percaya bahwa semua pencapaian Zlatan sampai dengan sekarang adalah hasil kerja keras.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar