Minggu, 17 November 2019

Cocoklogi

Pak Djarot termenung cukup lama melihat berita tentang para selebritis yang tiba-tiba ditodong untuk menunjukkan saldo kartu ATM-nya. Kelihatannya seperti ditodong, tapi dari gelagatnya seperti pamer.
"Kok ya mau. Di Indonesia bukannya lagi ramai sindikat pembobol mesin ATM. Apa tidak takut nanti sindikat itu menonton youtubenya terus malah dibuatkan duplikat ATM-nya. Toh saldonya sudah ketahuan, bahkan ada miliaran untuk satu kartu ATM, sasarannya menjadi jelas dan terukur." gumam Pak Djarot dalam hatinya.

Terbayang oleh Pak Djarot, saldo tabungannya sendiri, penuh keikhlasan karena habis menambah kapasitas tandon air rumahnya yang katanya terlalu kecil. Padahal PDAM-nya yang sudah seminggu ini mati. Pak Djarot merasa tertipu. Lembaran buku tabungannya mungkin lebih tebal daripada isi tabungannya kalau ditumpuk lalu dibandingkan secara berjajar.

Selain tentang saldo tabungannya, Pak Djarot juga sebenarnya sedang kepikiran dengan kata-kata motivator yang didengarnya sepintas lalu saat menyetrika baju istrinya di malam Senin yang panas karena musim hujan yang tak kunjung datang, di bulan November ini.
"Semesta ini saling berhubungan, selalu ada alasan dan akibat dari setiap peristiwa dalam hidup.."
Sepintas kata-kata dari sang motivator terngiang lagi di telinga Pak Djarot.

Tadi malam Pak Djarot bermimpi, rupanya ada seorang youtuber sekonyong-konyongnya datang ke tempat kerja Pak Djarot menodongnya untuk mengecek saldo tabungan melalui kartu ATM-nya.
"Tapi di sini tidak ada mesin ATM lho ya", kata Pak Djarot dengan yakin.

Entah dari mana tiba-tiba sang youtuber terkenal membuka lemari kayu di ruangan kerja Pak Djarot, ajaib di dalamnya ada mesin ATM. Pak Djarot berusaha tetap tersenyum. Senyumnya pahit.
"Silakan Pak Djarot, sebagai seorang pegawai teladan, biar para netijen tahu berapa saldo tabungan milik seorang Pegawai kantoran."

Dengan agak ragu dan sebenarnya sangat terpaksa Pak Djarot, setelah memasukkan kartunya, enam digit nomor PIN-nya ke mesin ATM.
Pencet-pencet 'INFORMASI SALDO'

Rp 1.200.006.478,00

Pak Djarot terkejut, langsung terbangun dengan keringat dingin.

****


Pada hari Senin sore harinya, tidak seperti biasanya. Pak Djarot bertandang ke rumah Mat Kebo. Rumah Mat Kebo selalu ramai oleh orang-orang dan semuanya berbisik-bisik melihat kedatangan  Pak Djarot.

Pak Djarot cuek ajak menyalami Mat Kebo. Dalam genggamannya ada sejumlah rupiah yang dilipat sedemikian rupa.

Mat Kebo berbasa-basi busuk, "Tumben nih Pak. Ada apa ya?"

Pak Djarot langsung berbisik. Dekat sekali ke telinga Mat Kebo.
"Saya pasang empat nomor 6478. Makasi ya."

****

Senin, 23 September 2019

Sumur Kering




Aku sedang berdiri memandangi sumur kering. Tampaknya sudah kering, karena kerikil kecil yang aku lempar sebelumnya tidak menimbulkan suara gemericik air. Dasarnya yang gelap pun tidak dapat aku lihat. Aku cukup yakin sumur ini sudah kering.
Cukup lama aku memandang kegelapannya, dengan hatiku yang tetap bertanya-tanya. 
Apa yang harus aku lakukan?
Desa kami telah kekeringan. Sepertinya kekeringan sudah cukup meluas, tidak hanya di desa kami, tapi juga di desa-desa tetangga. Dulu tidak seperti ini, sungai mengalir sepanjang tahun, pemerintah yang mengelola perusahaan air minum, air bersih yang kami gunakan untuk hidup sehari-hari.
Aku bukan tipe orang yang suka menyalahkan, tapi ini adalah kesalahan kami semua. Kami terlalu terbuai. Pulau kami adalah pulau kecil, penduduknya tidak banyak, tapi banyak sekali orang-orang yang mengunjungi pulau kami. Mereka menyukai kami, menyukai cara kami hidup, menyukai keindahan alam kami, sampai kami pun balik menyukai mereka. Awalnya hanya kami anggap sebagai tamu, kami akhirnya anggap sebagai keluarga kami. Tapi lama kelamaan kami mengganggapnya sebagai sumber penghasilan kami.
Hidup sebagai petani telah kami tinggalkan, sawah-sawah kami relakan untuk menjadi permukiman yang nyaman untuk kenyamanan “sumber penghasilan” kami yang baru itu. Tak apalah, toh nanti beras atau makanan yang lain bisa kami beli dari uang yang kami dapat dari mereka. Semua yang kami lakukan juga tidak menyebabkan kerugian bagi kami maupun orang lain, selama semua senang.
Makin lama, jumlah pengunjung yang datang ke pulau kami semakin banyak. Tidak semua ternyata hanya berkunjung. Belakangan ini mereka juga mengundang pengunjung lain dan seolah bertindak menjadi tuan rumah. Seperti kami. Kami tidak apa-apa, toh masih ada banyak pengunjung lain yang akan datang lagi ke pulau kami.
Pemerintah pun juga sudah membuat prioritasnya untuk mengurus pulau kami. Pengunjung harus semakin meningkat setiap tahunnya untuk menambah pundi-pundi pemerimaan negara. Program-program pemerintah khususnya untuk pulau kami adalah untuk memajukan segala keperluan agar pengunjung ke pulau kami semakin meningkat.
Kami pun diarahkan untuk semakin mencintai dan meningkatkan cara hidup seperti budaya yang kami miliki. Kata pemerintah, itulah yang membuat pulau kami banyak dikunjungi pengunjung dari mana pun dari seluruh penjuru dunia. Kami pun menurut saja, tidak ada yang dapat kami lakukan. Sawah-sawah kami sudah tidak ada, dan keturunan-keturunan kami sudah tidak ada yang mau menjadi petani. Suplai hidup semua kami beli dari pulau lain kalau tidak ada kami datangkan dari negara lain. Kami masih bisa hidup tenang.
Dan air pun habis.
Pulau kecil kami sudah banyak kehilangan mata air. Sungai banyak yang mengering, danaunya banyak yang mendangkal dengan kualitas air yang memprihatinkan. Sawah-sawah yang tersisa tidak mendapat suplai air yang cukup sehingga saudara-saudara kami yang tetap bertani semakin sulit untuk meneruskan usaha bertaninya.
Maka dari desaku, aku diutus untuk mencari sumber air baru. Entah harus ke mana?
Sumur ini bukanlah sumur kering pertama yang aku temui. Para pengunjung pulau kami semakin berkurang. Untuk apa pulau indah tanpa air bersih. Kita manusia tidak bisa hidup tanpa air.
Di dalam hatiku kadang juga merasa marah. Pulau kami ternyata tidak sekuat itu menanggung kebutuhan air untuk penduduk dan pengunjungnya. Pengunjung hanya tinggal sementara di pulau kami, saat mereka merasa ada sesuatu yang tidak beres, mereka masih bisa kembali ke tempat asalnya. Pulau asalnya, negara asalnya.
Bagiku, saat ini semua sudah terjadi.
Tidak ada gunanya lagi menyesali apalagi menyalahkan. Yang terpenting aku harus dapat menunaikan tugasku, untuk menemukan sumber air baru. Setidaknya, membawa kabar baik, bagi penduduk di desaku, yang sedang kekeringan, tanpa air bersih, tanpa hujan.
Semua menjadi campur aduk dalam kepalaku.
Sambil tetap memandangi sumur kering yang kelam itu.

Senin, 01 Juli 2019

Bagian Terbaik Perjalanan


Ingat berdoa saat perjalanan.


Saya tidak terlalu suka dengan perjalanan. Terlebih jika perjalanan jauh. Kata sebuah kutipan, untuk membuka wawasan lebih luas ada dua cara yang dapat dilakukan : 
  1. Pergilah engkau ke tempat-tempat baru’yang belum pernah kau datangi 
  2. Perbanyaklah membaca buku yang belum pernah engkau baca
Entah kutipan dari mana?! Tapi sudah jelas saya lebih memilih cara yang kedua, kalau semua hal hanya bergantung pada saya seorang. Tapi dalam beberapa hal, tidak semuanya ternyata tergantung pada keputusan saya. Itulah uniknya.
Walhasil bepergianlah saya bersama keluarga, ke sebuah tempat yang sebenarnya bisa kita baca semua tentang tempat itu di internet. Anak istri sangat bersemangat, untunglah ada istri, berkat dia anak-anak bisa mengalami pengalaman kutipan nomor 1 di atas. Kalau sama saya, pasti hanya saya tunjukkan di internet terus suruh mereka baca. Maaf maksudnya anak pertama saja yang saya suruh baca, anak yang kedua belum bisa baca.
Bagaimana perjalanan dan tempat yang dikunjungi? Sepertinya kurang lebih sama dengan pengalaman orang-orang lain yang mengunjungi tempat itu. Yang baik sebaiknya memang kita tiru, yang tidak baik mari kita usahakan untuk tidak ditiru. Dan sepertinya saya memang tidak tertarik untuk membahas ke mana saja kita di tempat itu dan seperti apa di sana.
Yang bisa saya katakan tentang perjalanan, untuk ukuran orang yang sebenarnya tidak terlalu suka melakukan perjalanan, bagian terbaik dari perjalanan adalah saat kembali pulang. Entah, apakah orang lain merasakan hal yang sama, mungkin saja bisa berbeda, tapi itu hal yang wajar. Perjalanan pulang seperti mengembalikan apa yang menjadi hak kita, hak untuk kembali mengalami kenyamanan rumah, kelegaan bahwa kita akan kembali ke “habitat” kita.
Entah, apakah ini sesuatu yang normal atau aneh. Bisa jadi normal atau bisa jadi aneh untuk beberapa orang. Tapi suatu saat, saya akan melakukan  perjalanan lagi hanya untuk merasakan bagian terbaiknya, saat perjalanan kembali pulang.

Selasa, 04 Juni 2019

Aladdin 2019

Sebenarnya bukan tipe film favorit saya, lebih kepada permintaan anak, terutama yang pertama, perempuan. Anak kecil perempuan, pastinya mengidolakan putri-putri Disney, bukan sesuatu yang aneh.
Filmnya cukup menyenangkan dan ringan untuk ditonton, sayangnya Aladdin sendiri tidak mampu mengimbangi karakter Jin/Gennie/Jinny (entah seperti apa ejaannya), yang diperankan oleh Will Smith. Begitu jinnya muncul, Aladdin seperti menjadi pemeran pembantu dalam film yang berjudul namanya sendiri.
Sebenarnya saya mengira saya akan tertidur saat menyaksikan film ini, tapi adegan-adegan keajaiban yang ditunjukkan dan didukung oleh efek khususnya cukup membantu membuat mata ini terjaga.
Dari segi cerita, yah mungkin tidak ada hal baru yang ditawarkan karena ya “memang segitu” ceritanya Aladdin. Tapi tenang saja, pilihan lagu dan aransemen selama film cukup menghibur walau sebenarnya lebih banyak menggunakan lagu-lagu film/kartun Aladdin sebelumnya. Bagi penggemar film musical, terutama yang sudah punya anak, dan anaknya perempuan cocoklah menonton film ini, cuma perlu diwaspadai beberapa adegan “adu bibir” Aladdin dan Jasmine.
Pinter-pinternya orang tua mengalihkan perhatian. 

*Setelah menulis ini, saya tiba-tiba teringat film Aladdin versi Indonesia. Pemerannya Rano Karno.