Sabtu, 25 Februari 2012

Cerita tentang Si Monyet

Hiduplah seekor monyet di tengah hutan belantara sendirian. Dia sudah lupa siapa orang tuanya,lupa kawan-kawan sepermainannya sejak kecil hingga sampai sekarang pun belum pernah berkawan dengan binatang manapun. Setiap hari si monyet hanya terus berusaha bertahan hidup di tengah belantara hutan lebat yang penuh bahaya. Seringkali dia harus berjibaku meloloskan diri dari kejaran predator-predator hutan yang kejam. Ada chetaah yang juga jago menaiki pohon, burung elang yang menguasai udara, sampai si buaya yang selalu mengintai setiap kali si monyet minum di sungai besar yang membelah hutan habitatnya.
Lama-lama si monyet menjadi bosan, bosan sendirian, bosan harus bekerja keras mencari makanan, sumpek, capek harus selalu melarikan diri, gelisah, gusar bercampur marah. Baginya tidak ada satupun di hutan yang maha luas itu mengerti tentang dirinya bahkan untuk buah pisang yang sangat dia sukai. Si monyet hari itu membulatkan tekadnya, bahwa semua ini harus berubah, dia sudah sangat muak hidup di hutan belantara yang gelap itu.
Hingga suatu ketika si monyet mendengar tentang sebuah tempat yang terletak di luar hutan, tanah yang terbebaskan kata monyet tua sekarat dekat sungai tadi pagi. Si monyet hanya memandangi si monyet tua yang umurnya tinggal beberapa tarikan nafas itu. Dalam setiap tarikan nafasnya dia terus memekikkan sesuatu tentang "tanah yang terbebaskan", sebuah tempat yang berbeda sekali dari hutan gelap itu. Sebuah tempat tanpa sedikit pun pohon-pohon hijau dan gelap, bebas dari chetaah dan buaya, bahkan elang. Tempat di mana seolah penghuninya bisa hidup tanpa hutan.
Si monyet terpukau mendengarnya, dia percaya tanah yang terbebaskan adalah tempat yang akan dia tuju, walaupun belum pernah mendengarnya, kata 'bebas' di dalamnya membuat monyet merasa nyaman. Bagi si monyet di sanalah takdirnya. Hutan ini terlalu kejam baginya, monyet merasa tidak memerlukan hutan lagi. Dia bertekad akan ke sana. Pergi ke "tanah yang terbebaskan."
***
Siang itu si monyet tengah bermalas-malasan. Kibasan rantai yang mengekang lehernya tiba-tiba mengencang, dia terhenyak. Si monyet sudah berada di "tanah yang terbebaskan" , dia berhasil ke sana. Hari ini monyet kembali bersiap-siap untuk menari lagi dengan payung kecilnya. Menaiki motor kecilnya serta menarik gerobaknya. Suara-suara yang terdengar olehnya sekarang hanya suara sesosok manusia bertampang garang yang kini menggenggam ujung rantai yang membelenggu lehernya. Si monyet sangat merindukan hutan belantara tempat tinggalnya dulu.
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar