Senin, 20 Agustus 2012

Pelajaran Bahasa Indonesia

Dulu waktu jaman masi SD kalo pas musim-musim ulangan umum, ada satu mata pelajaran yang menurut saya ajaib, yaitu Bahasa Indonesia. Yupz, sebentar lagi akan saya coba jelaskan kenapa anak ingusan (ingus yang sebenarnya)--> 'saya waktu itu' bisa berpikiran seperti itu.
Sejujurnya dalam pikiran saya waktu itu, keadaan yang saya alami itu seperti ini (saking naifnya) : bahwa sebenarnya kita semua itu sudah bisa berbahasa Indonesia sejak lahir, buktinya waktu TK kita tidak diajari bahasa Indonesia, tapi waktu Bu Gurunya nanya "Anak-anak sudah makan semua?" Semua serempak bisa menjawab dengan sempurna dalam Bahasa Indonesia "Sudah Bu Guru!!!" (Masih belum sadar kalo menerima pembelajaran bahasa Indonesia secara lisan).
Begitu masuk SD, keadaan menjadi agak berbeda. Ketika kegiatan menjadi lebih serius dengan diperkenalkannya buku garis tiga dan kita diajarkan cara menulis halus. Waktu itu, pelajaran bahasa Indonesia adalah pelajaran untuk berlatih menyalin huruf per huruf, tulisan per tulisan, kata per kata sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Ibu Guru. Jangankan satu paragraf, beberapa kata aja mungkin butuh waktu sama dengan setengah episode Ksatria Baja Hitam. Lama boz. Ketika saya sudah agak menguasai untuk menulis kata-kata, naik ke kelas 2 apa 3 itu saya kurang ingat levelnya dinaikkan. The next level, kita tidak hanya menyalin, tapi ditantang untuk menulis apa yang kita pikirkan. Saat itulah ketemu pas ulangan umum yang namanya mengarang, membuat suatu karangan cerita yang kadang-kadang judulnya sudah ditentukan atau minimal temanya yang sudah ditentukan. Wah, ini bagi saya pekerjaan berat, bayangkan di hari sebelum ulangan umum bahasa Indonesia, saya mengira-ngira judul apa yang harus saya tulis besok saat ujian mengarang. Biasanya juga, ujian mengarang didahului dengan menjawab soal-soal teori, jadi kadang kebawa tuh pas kerjakan soal teori kepikiran mau nulis apa pas mengarang :D
Dan lucunya lagi, pada mengerjakan karangan itu, sebagian besar (baca semua-red) anak di kelas kami berpikir, bahwa nilai dari mengarang itu ditentukan oleh banyak atau sedikitnya kalimat yang tersusun dalam paragraf yang dihasilkan. Jadilah waktu itu kompetisi menulis dalam lembar terbanyak :) ya dikit-dikit liat dari kejauhan teman-teman yang nulisnya uda 2 lembar halaman polio uda bikin keder juga.
Ketika naik tingkat lagi, saya diperkenalkan lagi dengan berbagai macam bentuk pengetahuan baru dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Puisi, prosa, gaya bahasa, kata majemuk, membuat kalimat, lawan kata, sinonim, antonim, dll, dsb, dst.... Pelajaran Bahasa Indonesia makin menjadi sesuatu yang tak pasti. Ketika ulangan umum soalnya muncul dalam pilihan ganda, umumnya saya memilih jawaban yang paling panjang :D
Kadang-kadang jawabannya seperti tidak pasti, tapi kadang juga dibutuhkan jawaban yang pasti layaknya Aljabar. Belum lagi saat ujian gitu kita dikasi paragraf panjang, trus dikasi pertanyaan yang jawabannya ada dalam paragraf tersebut, menentukan majas, menentukan antonim atau sinonim, singkatan, membahas sajak yang digunakan pantun atau syair dan masih banyak lagi. Saat itu pelajaran bahasa Indonesia cukup aneh bagi saya.
***
Saat menulis tulisan ini, saya sadari saya masih sangat tergantung pada pelajaran Bahasa Indonesia. Ternyata memang sampai kapan pun kita tak akan bisa lepas dari pelajaran ini, pemahaman saya pun terhadap Bahasa Indonesia masih sangat kurang. Elemen penting dalam memahami semua pelajaran yang kita tempuh sebenarnya juga sangat ditentukan kemampuan kita dalam Berbahasa Indonesia. Ingin mendalami Ilmu Pasti sudah pasti harus bisa Bahasa Indonesia, minimal baca lah, kan literaturnya ditulis dalam bahasa Indonesia (kecuali uda jago bahasa asing), khusus untuk di Indonesia, sebagian besar ilmu-ilmu lain selain bahasa Indonesia juga disampaikan dalam bahasa Indonesia kan. Bayangkan saja kalau kita tidak mengerti tentang hal yang mendasar semacam menentukan kalimat utama, tentunya susah juga memahami (mengambil inti) dalam sebuah paragraf/tulisan yang membahas disiplin ilmu lain. Kalau tidak menangkap intinya tentunya proses pemahaman akan menjadi lebih lambat.
Kebutuhan akan bahasa Indonesia juga semakin mengikat ketika masuk ke dunia kerja baik secara lisan maupun tulisan. Bagi para pegawai yang memiliki atasan, tentu terselamatkan oleh Bahasa Indonesia yang mengajarkan mereka bagaimana seharusnya pilihan kata yang harus digunakan saat berkomunikasi lisan dengan atasan, rekan sejawat, maupun bawahan. Yang gak tahu bahasa Indonesia akan keliatan aneh sendiri nyapa boznya di kantor "Wasssup bro. You've got SWAG"...:D. Yang tidak kenal majas akan lempeng-lempeng aja ketika disindir dengan majas sarkasme dalam lisan kawan-kawannya (cieh nyebut sarkasme... ) Secara tulisan pun lebih vital, saat berkomunikasi secara tulisan dengan relasi/entitas lain, tentunya akan menjadi hal yang ganjil bila untuk persuratan saja masih kacau balau. Saya sudah mengalami sendiri realitanya, kadang untuk membuat sebuah konsep surat yang 'bisa memuaskan' hasrat atasan perlu menggali lagi ingatan-ingatan lampau saat belajar bahasa Indonesia di SD-Kuliah. Memikirkan sesuatu dalam benak kita sendiri tentu akan mudah kita pahami sendiri, tapi menuangkan hal yang kita pikirkan baik secara lisan maupun tulisan kepada orang lain dengan tujuan agar bisa disampaikan apa yang kita pikirkan itu?! Kita memerlukan keajaiban bahasa (Indonesia).



Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone







Tidak ada komentar:

Posting Komentar