Selasa, 31 Januari 2012

Penampahan Galungan

Tentunya ini bukan Penampahan Galungan pertama di Surabaya. Sepertinya sudah cukup lama,saya tidak merayakannya di Denpasar, berkumpul bersama keluarga, menikmati lawar, dan membuat penjor. Namun begitu, rangkaian Galungan kali ini benar-benar terasa istimewa walaupun tidak dirayakan di Denpasar karena inilah pertama kali keluarga kecil kami merayakannya dengan kehadiran si kecil berpipi tembem, Dhita :)
Dalam hati sebenarnya sangat mendambakan sekali kalau si kecil bisa diboyong buat merayakan Galungan bersama keluarga besar di Bali. Sudah kebayang aja dia bakal jadi "piala bergilir," tentunya bukan untuk diarak dan dimasukkan lemari, tapi ditimang-timang dan disayang-sayang. Sudah banyak keluarga yang bertanya kapan kira-kira si kecil bisa diajak pulang ke Bali, serempak dengan usul neneknya dulu bagaimana kalau si kecil tinggal di Bali aja. Tapi maaf ya kakek,nenek,om,tante,kakak.. Si kecil belum bisa merayakan Galungan dulu di Bali kali ini, namun rencana ke Bali bersama si kecil sepertinya akan terealisasi bulan April tahun ini bertepatan dengan rangkaian upacara ngaben kakeknya (ayah mertua) yang "kembali" bulan Nopember 2011 lalu.
Kembali ke bahasan Penampahan Galungan, dari pembacaan sekilas dari beberapa sumber, banyak yang memaknainya sebagai hari dimana kita sebagai manusia mengorbankan kemalasan kita yang disimbolkan dengan penyembelihan babi,ayam, dan sejenisnya sehingga diharapkan hal-hal yang menjadi sumber kemalasan,kebodohan kita dapat dikendalikan. Kenapa saya tidak memakai kata menghilangkan? Karena saya sendiri belum benar-benar bisa mengendalikan rasa malas dalam diri saya sendiri apalagi menghilangkannya, cukuplah yang dibahas di sini sesuai dengan kemampuan penulis aja :p
Makna dari Galungan itu sendiri sangat mulia, dari BM,sms,ucapan selamat sebagian besar memaknainya sebagai Kemenangan Dharma terhadap Adharma yang mungkin oleh sebagian besar teman-teman menterjemahkannya sebagai kemenangan kebenaran/kebaikan/kepahlawanan atas kesalahan/keburukan/kejahatan. Hal ini tidak salah, namun bagi saya pribadi, saya mencoba memaknainya dalam lingkup yang mungkin lebih sempit,terutama untuk diri saya sendiri,dimana kata Dharma sendiri saya maknai sebagai kewajiban. Jadi secara sempit saya maknai kemenangan Dharma ini adalah berhasilnya pelaksanaan kewajiban kita masing-masing sehari-hari. Mungkin terdengar remeh, kewajiban yang mana? Ya itu tergantung dari Varna (yang selama ini selalu dipandang sebagai Kasta) kita masing-masing. Misal : seorang Brahmana memiliki kewajiban memimpin pelaksanaan upacara. Jadi bagi saya, kemenangan Dharma bagi seorang Brahmana adalah saat dimana beliau dengan mantap mampu melaksanakan kewajibannya itu dengan sebaik-baiknya (walaupun ini mungkin terdengar agak naif dan sempit). Ambil contoh yang lebih sederhana lagi, misalnya mahasiswa, Dharma (kewajibannya) adalah belajar, jadi kemenangan Dharma dapat dia nikmati setiap hari (tidak hanya saat Galungan ) manakala dia berhasil mengendalikan malasnya untuk sekedar membaca atau melatih materi belajarnya. Mungkin terdengar remeh, tapi hal-hal yang remeh ini bila terakumulasi akan menjadi hal yang sangat penting, kemenangan-kemenangan Dharma kecil ini akan berkumpul menjadi kemenangan Dharma yang besar. Bayangkan saat tiap-tiap individu dari presiden suatu negara sampai tukang sampah benar-benar melakukan kewajibannya dengan tulus ikhlas dan sebaik-baiknya. Bagi saya itulah Dharma.
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar