Kamis, 30 Desember 2010

Pantai Watu Ulo - Jember



Beberapa waktu yang lalu, tepatnya saat saudara-saudara kita umat Kristiani merayakan damainya Natal, 25 Desember 2010, saya berkesempatan untuk mengunjungi sebuah pantai yang berada di wilayah Jember, Jawa Timur yang bernama Pantai Watu Ulo. Menurut pemahaman saya terhadap Bahasa Jawa (yang masih termasuk level "Dummy" or "Basic", itu pun lebih banyak bahasa Suroboyoan..hehehehe...) Watu Ulo terdiri atas dua kata. Watu yang berarti Batu dan Ulo yang berarti Ular, sekelumit pemikiran sempat muncul di kepala saya, "Batu ular??" kenapa dinamakan seperti itu ya?? Pertanyaan ini terus menggelantung di pikiran saya selama perjalanan selama 1,5 jam dengan mobil yang dimulai dari Jalan Gajah Mada kota Jember. Jalan menuju ke pantai ini melewati kawasan yang hijau dan agak masuk ke dalam, dan saya benar-benar tidak menyangka jalan yang saya lewati ini akan menuju ke pantai. Mungkin terpengaruh mendung dan sedikit rintik hujan, seolah saya merasakan akan memasuki kawasan pegunungan yang sejuk. (Padahal udah jelas-jelas sedang menuju ke arah pantai...saya emang agak GeJe...)

Sesampainya di Pantai Watu Ulo, tidak pake buka baju & celana saya langsung menuju ke pantai (lho...emangnya mau mandi??). Pasirnya hitam, di dekat pantai banyak terdapat toko-toko souvenir yang menjual oleh-oleh khas pantai seperti kerajinan dari kerang. Di sekitar pantai juga banyak terdapat warung-warung tempat makan yang menjual makanan laut. Begitu saya langsung bertatap muka dengan sang pantai, perlahan timbul pengertian dalam benak saya kenapa pantai ini dinamakan Pantai Watu Ulo. Di tengah laut terdapat batu-batu karang yang berderet seolah bersambungan dan membentuk setengah lingkaran seperti membentuk bendungan di depan pantainya.













Tampak dari kejauhan, batu karang di tengah laut itu berlekuk-lekuk dan memanjang seperti layaknya ular. Walaupun tidak pas saling menyambung, bentuk karang yang memanjang di tengah laut itu cukup masuk akal tampak seperti ular yang berada di tengah lautan. Saya membayangkan mungkin saja jaman dahulu karang-karang ini memang tersambung sehingga makin terlihat mirip dengan sosok ular raksasa yang meliuk-liukan tubuhnya di tengah deburan ombak. Menurut keterangan warga di sana, kepala sang ular ada di Banyuwangi, wow, berarti rangkaian batu karang ini sebenarnya sangat panjang sehingga mencapai kawasan Banyuwangi.















Di dekat pantai, juga terdapat muara sungai yang dibatasi dengan karang-karang kecil yang membatasinya dengan laut yang siang itu gelombangnya tampak besar. Gelombangnya yang terlihat liar sepertinya membuat pantai Watu Ulo kurang ideal sebagai tempat untuk berenang , tetapi di dekat pantai ada semacam daerah muara sungai yang dibatasi oleh batu-batu karang yang ukurannya tidak sebesar karang ular di tengah laut sana yang cukup untuk membatasi derasnya terjangan gelombang pantai Watu Ulo. Para pengunjung lebih memilih untuk berenang atau berendam di sekitar muara ini saja melihat faktor keamanan yang lebih terjamin karena terjangan gelombang tidak terlalu keras dan letaknya yang sangat mudah untuk dicapai.

Di dekat muara sungai itu ada perbukitan karang yang bisa didaki oleh para pengunjung dengan membayar Rp. 7.500,oo (menurut keterangan pengunjung yang pernah ke sana), akan tetapi sayang sekali saya belum berkesempatan untuk mendaki bukit itu. Katanya pemandangan dari atas bukit akan memberi sudut pandang yang lebih jelas akan keberadaan Batu Ular di tengah laut sana. Untungnya walaupun tidak sempat mendaki bukit itu, saya masih sempat mencicipi ikan bakar khas pinggir pantai Watu Ulo....yummmyyyy.... kunjungan siang itu diakhiri dengan makan siang yang menggoda di pinggir pantai Watu Ulo.
Sipppp....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar