Minggu, 17 Mei 2020

Karantina Pikiran



Karantina Hari Ke-sekian..

Entah sejak kapan. Pikiran liar mulai berkecamuk dalam benak Des Roy. Begitu dia dipanggil. Des Roy berinisiatif mengkarantina dirinya sendiri. Bahkan sebelum virus covid-19 ini merajalela.
Semua dimulai dengan mengkarantina pikirannya sendiri. Mulai tidak memikirkan hal-hal yang menurutnya akan merepotkan dirinya sendiri.
Seliar apa pikiranmu sehingga setelah kau karantina dia malah bergejolak, bagai kuda liar mengamuk di sungai dangkal?
Des Roy mulai berpikir. Mungkin ini karena dia terlalu awal memulai karantinanya, mungkin sejak pertengahan 2019. Dia tidak berpikir itu hal yang konyol, karena sudah diputuskannya sendiri, sejak dia merasa hubungan antar manusia ternyata memberatkan pikirannya. 
Pikiran Des Roy mulai bingung sendiri ketika dihadapkan pada kenyataan, bahwa manusia itu tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya, tapi juga terhadap orang lain. Membentuknya menjadi sebuah ikatan.
Ketika pikirannya memikirkan hal yang telah lewat, yang timbul adalah penyesalan. Ketika dia mencoba memikirkan apa yang akan terjadi besok, seminggu lagi, sebulan lagi atau bertahun-tahun kemudian, yang dia rasakan hanya kekhawatiran. Jadi, menurut Des Roy pikiran ini harus dikarantina. Dikarantina sekarang, saat ini, momen ini, detik ini. Hanya saja Des Roy bingung sendiri. Bagaimana melakukannya.
Hidup saat ini, menempatkan pikirannya hanya untuk saat ini, seperti menangkap air yang bercucuran dengan tangan kosong, pikirnya. Kita butuh sebuah wadah, sebuah alat untuk membantu tangan kosong itu, pikir Des Roy.
Toh tidak bisa ke mana-mana lagi, Des Roy pun hanya tinggal sendiri. Dia berpikir akan menggunakan sebuah sempoa untuk membantu “menangkap” dan mengkarantina pikirannya sendiri.
Setiap pikirannya mulai berkelana, Des Roy akan memanggilnya kembali dengan menggeser sebiji sempoa untuk dipindahkan. Sambil duduk tenang di kamarnya, yang mulai menggelap walaupun hari belum malam. Jemarinya yang panjang dan lincah dengan sigap memindahkan biji-biji dalam sempoa nya. Dari yang awalnya bergerak cepat semakin lama semakin lambat, terus melambat. Des Roy sepertinya tidak menyadari itu. Seonggok sepi tiba-tiba merambat, membalur tubuhnya yang semakin  lama semakin menunduk.
Des Roy tenggelam dalam pikirannya sendiri. Saat itu.
Dia berharap bangkit lagi, saat wabah ini telah usai. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar