Rabu, 18 Maret 2020

Corona

@BWraspati

Tidak sedikit pun terbersit dalam benak Pak Djarot, virus yang pertama kali muncul di negeri China nun jauh di sana sampai di Indonesia. Namanya yang mirip merk bir kesukaan Pak Djarot, tentunya waktu muda dulu namun sekarang sudah tidak lagi. Seingat Pak Djarot, yang namanya penyakit selalu menyesuaikan jaman dengan manusianya (penderitanya), hanya saja Pak Djarot tidak menyangka bentuk penyakit yang dihasilkan oleh corona begitu miripnya dengan flu biasa sehingga pembawa virusnya bisa saja tidak menyadari bahwa dia telah terkena virus corona sampai benar-benar daya tahan tubuhnya menurun dan akhirnya menunjukkan gejala klinis setelah jangka waktu kurang lebih 14 hari.
Pak Djarot kemudian mengecek handphonenya, banyak sekali informasi yang masuk dan justru membuatnya bertambah bingung karena banyak info beredar yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Pak Djarot takut sendiri untuk meneruskan info yang belum bisa dipastikan kebenarannya itu. Lebih-lebih yang banyak beredar di dalam grup whatsapp keluarga besarnya.
Tapi dari semua teori yang beredar di dunia maya, ada satu teori yang menarik bagi Pak Djarot. Teori yang menyatakan bahwa, adanya virus corona ini adalah suatu keniscayaan untuk menjaga keseimbangan dunia. Bahwa manusialah sebenarnya “virus” bagi dunia ini, sedangkan corona sendiri adalah mekanisme alam untuk menjaga jumlah manusia agar tetap seimbang, agar tidak terlalu banyak, yang dapat mengganggu keseimbangan alam dunia ini.
Bagi Pak Djarot, teori ini terdengar masuk akal baginya, karena apapun bentuknya, kejadian-kejadian yang menyebabkan berkurangnya populasi manusia dengan cukup drastis bukan hanya sekali ini terjadi. Sejarah mencatat tidak hanya penyakit, bahkan manusia sendiri bisa “saling mengurangi” populasinya satu sama lain. Perang dunia I dan II telah mengajarkan banyak hal pada makhluk penghuni bumi yang katanya paling sempurna ini.
Pak Djarot kembali mengingat-ngingat pelajaran biologinya waktu SMP tentang seleksi alam. Ya sah-sah saja sih, manusia merupakan bagian dari alam itu sendiri, berkurangnya populasi manusia secara drastis oleh ulah kita sendiri sepertinya terdengar cukup masuk akal. Pikiran Pak Djarot sebenarnya sedikit terhibur ketika melihat video tik tok dokter dan perawat yang mempraktikkan cara mencuci tangan dengan baik dan benar sambil berjoget ceria. Benar-benar seperti oase di tengah padang pasir kepanikan dengan timbunan informasi yang perlu dipilah-pilah lagi antara yang hoax dengan informasi yang benar adanya.
Tiba-tiba Pak Djarot bangkit dari singgasana tempatnya biasa untuk memainkan gawainya sepanjang hari. Berjalan dengan agak cepat menuju kamar anaknya, Djarot. Dia ingat benar Djarot masih menyimpan termometer elektrik yang cukup mutakhir untuk mengecek temperatur badan. Tak lama termometer itu sudah digenggamnya dan dicobanya untuk mengukur temperatur badannya sendiri. Saat-saat seperti ini, termometer, mungkin menjadi barang yang cukup laku di pasaran, tentunya setelah masker dan band sanitiser.
Iseng-iseng Pak Djarot memasukkan termometer itu ke ketiak kirinya. Tak butuh waktu yang lama angka penunjuk temperatur pun muncul. 37,5 derajat.
Pak Djarot kembali lagi panik sendiri, teringat dengan istrinya yang sedang pulang kampung ke rumah orang tuanya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar