Minggu, 25 Oktober 2015

Engkau yang Kami Kenang

Katakan padaku, apakah engkau tenang di sana? Semua orang bilang engkau orang yang baik, hanya sedikit keras kepala dan sedikit pemarah. Namun aku tahu engkau tulus. Ingat dulu melihat engkau makan. Engkau makan karena butuh makan, tidak ada alasan lain. Engkau tidak butuh makanan lezat atau mewah, yang engkau tahu tubuhmu membutuhkan makanan itu. Tak jarang aku melihat engkau makan kadang hanya dengan nasi dengan lauk yang sangat minim, yang penting ditemani air putih yang banyak.

Engkau kadang mengesalkan, kadang menurut kami tidak masuk akal, kadang mungkin engkau bingung. Kami tahu bahkan dalam perasaan kami yang paling kesal engkau tidak dengan sengaja melakukan hal itu. Terdiam membuatmu tidak nyaman, melakukan sesuatu kadang membuat engkau kecapekan. Kami pun kadang bingung, entah berharap engkau istirahat atau melakukan sesuatu saja. Kadang dengan kesederhanaanmu engkau mengingatkan kami betapa kami telah membuat rumit hidup kami sendiri, betapa suatu hal yang sederhana menjadi tak karuan di tangan kami. Kami pun kadang malu mengakuinya. Kadang engkau melakukan sesuatu yang kami sama sekali tak mengerti apa maksudnya, yang kadang cuma kami iyakan saja atau kadang kami tentang dengan sedemikian kerasnya.

Kini engkau sudah pulang, atau istilah apapun namanya untuk menyebutkan kalau engkau sudah tidak bersama kami lagi. Kami kini hidup dengan kenanganmu yang anehnya kata orang-orang ada baik ada buruk namun bagi kami engkau yang terbaik.

Denpasar, 25 Oktober 2015

Senin, 05 Oktober 2015

Rawamangun 5 Oktober



Rawamangun, 05-10-2015
Mungkin rindu itu rasa yang paling aneh. Tak satupun orang rasanya ingin menikmati rindu. Ingin bertemu dengan orang yang dirindukan namun belum atau tidak mampu. Dari mana datangnya rindu?
Orang bisa benci karena disakiti, bahkan dendam. Dendam itu seperti api, membakar secara perlahan dan membakar habis dirimu ketika dilampiaskan. Rindu, ah entahlah. Engkau bisa merasa rindu kepada apa pun. Kadang sakit pun bisa dirindukan. Rindu datangnya bisa dari cinta ataupun dari benci, bisa dari rasa sepi atau malah dari rasa sumpek yang menyesakkan. Rindu tidak membakar tapi juga tidak menyejukkan, kadang melegakan, kadang menyesakkan. Rindu kadang berbalas, kadang juga hanya seolah menjadi suatu tindak tunggal. Kenapa hanya seolah menjadi tindak tunggal? Mungkin karena sesungguhnya setiap tindakan bahkan sedikit pikiran pun akan mengakibatkan sesuatu. Apalagi rindu.
Engkau bisa merindukan benda, orang, hewan, tanaman, tumbuhan, bahkan sesuatu yang paling abstrak sekalipun bisa engkau rindukan. Siapa yang bisa menyangkal? Siapa pula yang bisa membenarkan?
                “Aku sudah merasakan, bahwa tanpa kamu semuanya terasa tidak lengkap,” katamu.
                Kapankah engkau merasakan itu?
                “Bukankah saat aku tidak ada di sampingmu?”
                Di saat aku ada bersamamu di manakah rindu? “Pergikah rindu dari kita semua?”
                Bisakah kita mendoakan rindu? Bukan atas nama orang, benda, barang atau apapun yang kita rindukan? Bisakah kita berterima kasih padanya? Rindu yang mengingatkan kita betapa semua hal yang ada bersama kita saat ini dapat kita rindukan. Mungkin nanti, saat mereka sudah tidak ada.
Jika sudah kita doakan dia, “Wahai engkau rindu. Mungkinkah engkau diciptakan supaya kita bersyukur?”



                                                                                                                                          

Minggu, 04 Oktober 2015

Kemenangan Pasukan The Saints

Malam itu Lord Jose sedang sumringah. Pasukan yang dipimpinnya sedang dalam kondisi mental yang bagus, fisiknya pun sedang baik mengingat hari-hari sebelumnya pasukan utamanya sudah dilatih habis-habisan. Walaupun prajurit tempur penyerangnya yaitu Ser Diego sedang menjalani hukuman dari otoritas tertinggi kerajaan di pulau pusat karena dianggap "terlalu kejam" dan banyak menggunakan cara yang licik saat berhadapan dengan musuh dari Klan lain terutama saat menghadapi "The King in The North" yang dipimpin langsung oleh Lord Arsene sendiri.
Saat pertempuran itu, sebenarnya Ser Diego tidak banyak membunuh pasukan lawan, namun beberapa cara kotornya membuat barisan pertahanan yang digalang armada Lord Arsene tercerai berai. Bagaimana tidak, Ser Diego menggunakan cara-cara licik yang selama ini terlarang untuk digunakan dalam perang terbuka sehingga pasukan Lord Jose berhasil menggempur pasukan Lord Arsene dengan sukses hari itu.
Kali ini, Pasukan Lord Jose akan menghadapi Pasukan yang dijuluki The Saints, yang 2 tahun belakangan telah membuat banyak kejutan dalam arena pertarungan para raja-raja kecil yang paling terkenal di dunia ini. Pasukan the Saints ini dipimpin oleh seorang yang berasal dari luar kerajaan pusat yang selama ini dipanggil Meneer Koeman oleh para pasukannya. Beliau adalah seorang ahli strategi ulung yang selama ini berhasil memanfaatkan potensi pentolan-pentolan  pasukan yang sebelumnya selalu dianggap sebelah mata oleh para Ksatria-Ksatria lain yang sudah mumpuni dalam peperangan namun berkat racikan strategi beliau, The Saints menjadi pasukan elite yang tidak ragu walau harus menghadapi pasukan-pasukan elite yang sebelumnya sudah malang melintang dalam kancah peperangan di daratan Kerajaan Pusat.
Sebetulnya dari pemilihan lokasi pertempuran, pasukan Lord Jose memiliki keuntungan tersendiri karena dilakukan di daerah yang sebenarnya berada di wilayah kekuasaan mereka dekat kerajaan pusat. Wilayahnya notabene dihuni oleh para penduduk desa yang sangat mendukung pasukan Lord Jose. Pastinya mereka sudah siap memberikan dukungan non teknis bagi pasukan idolanya itu, walaupun sesuai aturan peperangan penduduk sipil hanya berhak melihat saja dan pasukan yang berperang tidak akan melukai penduduk sipil yang tidak masuk ke area pertempuran tentunya. Jadilah, hari itu Lord Jose terlihat optimis bisa merebut pertempuran ini, walaupun posisi mereka tidak terlalu menguntungkan saat ini mengingat jawara-jawara pasukannya masih banyak yang terluka dan tidak bisa ikut berperang,  namun dengan kondisi-kondisi yang ada saat ini, Lord Jose merasa pasukan saat ini sudah cukup untuk mempermalukan The Saints.
Awal penyerbuan pasukan. Ser Willian mampu menjawab kepercayaan yang diberikan oleh Lord Jose. Selama ini Ser Willian memang menjadi pemimpin untuk area pasukan tengah dan bisa juga memimpin serangan sayap dengan baik. Pasukan berkuda dan panah yang dipimpin Ser Willian mengakibatkan banyak prajurit The Saints terluka parah. Beruntung bagi Meneer Koeman, pasukannya berhasil melakukan serangan balik yang cukup menahan gempuran pasukan Lord Jose dan membuat pertarungan pasukan infantri berlangsung cukup lama sampai malam pun tiba dan sesuai dengan aturan pertempuran yang disetujui dan disahkan oleh otoritas kerajaan pusat pertempuran harus dihentikan sampai dengan pagi datang kembali.
Malam itu, seluruh pasukan The Saints dikumpulkan oleh Meneer Koeman. 
"Ingatkah kalian dulu bagaimana Lord Jose menjadi pemenang perang ini?", Meneer Koeman berteriak pada pasukannya.
"Dia melakukannya dengan dukungan penuh dari Roman Bank, bank terkaya yang pernah ada yang suka bisnis perang. Roman Bank tidak pernah ragu menyalurkan emas-emasnya meski sampai Ratusan Juta jumlahnya.  Apakah kita memiliki Bank seperti itu? Tidak!", sambung Meneer.
"Kalian dulu bukan apa-apa, ingatkah kalian hal itu? Sadarkah kalian di mana kita berada? Pernahkah kalian bermimpi ada di sini? Di sini dengan berani menghadapi pasukan Lord Jose.  Mereka akan memperkosa istri-istri  kalian, menjadikan anak-anak kita sebagai budak mereka, mengambil harta benda kita. Apa kalian pikir aku rela menambah kekayaan kotor mereka itu?"
Para pasukan The Saints hanya terdiam, mereka terdiam bukan karena takut, di dalam dada mereka masing-masing ternyata makin berkecamuk rasa jijik dan benci terhadap Lord Jose. Apa yang telah dilakukan Lord Jose saat kemenangan mereka sangat gila.
Susana hening cukup lama menyelimuti tenda perang The Saints.
Meneer Koeman memahami hal itu. Dia tidak lagi berteriak pada pasukannya. Dia duduk di atas kursi, hanya berkata setengah berbisik, "Jadilah berani dan tekan mereka.."
Entah kenapa para pasukannya menjawab dengan teriakan penuh semangat seolah rongga dada mereka telah terbakar oleh api.

****

Sambil menikmati segelas anggurnya, Lord Jose sedang diliputi kebimbangan. Ser John adalah didikan langsungnya, dia sangat jarang melakukan kesalahan saat peperangan. Lord Jose tahu itu, tapi entah kenapa perasaannya malam itu menjadi gundah. Lord Jose sekali lagi melihat barisan bidak-bidak di meja strateginya. Ser John bertempur hari itu, bahkan Lord Jose ingat betul bagaimana buasnya dulu Ser John menjalankan strategi ini. Musuh diberikan keleluasaan untuk menyerang karena Lord Jose sudah yakin, Ser John dan kawan-kawan akan berhasil menahan gempuran lawan sehingga serangan mendadak yang dipimpin Ser Willian, Ser Oscar dan Ser Hazard akan mengacaukan lawan. Bahkan susunan pertahan yang digunakan oleh Lord Jose kali ini sama dengan kejayaan masa perang mereka dulu. Ser John tetap dibantu oleh Ivan, Azpili, dan Gary. 
Entah  karena anggur yang diminumnya sudah cukup banyak, Lord Jose memutuskan bahwa strategi itu sudah cukup. Entah apa dia lupa, Ser Hazard yang masih "sering menghilang" saat pertempuran atau memang faktor usia Ser John sudah mulai menggerogoti kemampuan berperangnya.
Lord Jose cukup yakin.

****

Pagi berikutnya, medan tempur tampak kacau. Mayat-mayat banyak bergelimpangan, banyak yang dalam kondisi tidak utuh lagi. Lord Jose terlihat diamankan oleh pada Lordguardnya menuju tenda mereka. Rupanya keadaan berbalik hari ini, Ser John yang sedianya menjadi baris pertahanan utama pasukan Lord Jose tidak kuasa membendung kecepatan dan liatnya pasukan-pasukan kecil-kecil yang dipimpin langsung oleh Warrior Mane dan seorang keturunan setengah raksasa Maester Pelle. Pertahanan Lord Jose tidak mampu membendung serangan dari The Saints. Bobol sudah pertahanan pasukan Lord Jose. Entah, apa karena Ser John sudah tidak seperti dulu lagi, bisa saja faktor usia yang sudah tidak muda lagi membuat kecekatan dan kemampuan membaca serangan lawannya sudah agak berkurang.
Sore hari itu, Lord Jose memutuskan menarik pasukannya. Dia terlihat sangat kesal namun Lord Jose bukanlah pemimpin kemarin sore. Dia tahu memang harus mundur terlebih dahulu bila tidak ingin pasukannya habis hari ini oleh Meneer Koeman.
Dia memilih mundur dahulu, untuk menyiapkan strategi dan pasukannya agar lebih kuat.
Malam itu, Meneer Koeman kembali ke Benteng St. Mary's dengan kepala tegak. Namun Meneer Koeman tahu, ini belum berakhir.

*) Cerita hanya khayalan belaka. Mungkin diakibatkan karena penulis sedang intens menonton The Game of Thrones. :)